Suku Bunga AS Turun, Harga Bitcoin Bisa Tembus Rp2 Miliar Lagi?

Uncategorized14 Dilihat

Jakarta, 18 September 2025 – Harga Bitcoin (BTC) bergerak relatif stabil dan cenderung naik tipis setelah Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25%–4,50% pada Rabu (17/9) waktu AS. Langkah ini merupakan pemangkasan pertama sejak Desember 2024, di tengah kekhawatiran melemahnya pasar tenaga kerja dan tekanan inflasi yang berkelanjutan.

Berdasarkan data Tokocrypto, enam jam setelah pengumuman, Bitcoin sempat diperdagangkan mendekati US$117.000 atau sekitar Rp1,93 miliar (kurs dolar AS Rp16,521) sebelum kembali terkoreksi tipis ke US$116.600. Sepanjang 24 jam terakhir, harga BTC tercatat stagnan dengan kecenderungan positif sekitar 1,6%.

Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers menekankan bahwa keputusan pemangkasan dilakukan sebagai langkah “manajemen risiko” akibat tanda-tanda pelemahan ekonomi, termasuk revisi ke bawah 900.000 lapangan kerja dalam setahun terakhir. Powell juga memberi sinyal terbuka untuk pemangkasan lanjutan jika data ekonomi melemah.

Optimisme Pasar Kripto

Meski reaksi pasar kripto terlihat terbatas, sejumlah analis menilai kebijakan moneter yang lebih longgar berpotensi mendorong penguatan Bitcoin hingga akhir tahun. Permintaan tambahan dari produk investasi seperti obligasi perusahaan dan ETF Bitcoin juga dipandang menjadi katalis positif.

Produk ETF Bitcoin spot di AS mencatat arus masuk bersih sebesar 20.685 BTC pada pekan lalu, tertinggi sejak Juli 2025. Hal ini meningkatkan total kepemilikan ETF menjadi 1,32 juta BTC, menandakan sentimen institusional yang semakin kuat.

Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menilai stabilitas harga Bitcoin pasca keputusan The Fed menunjukkan bahwa pasar sudah mengantisipasi pemangkasan tersebut. Menurutnya, fokus investor kini bergeser pada arah kebijakan selanjutnya.

“Pemangkasan ini memang tidak memberi lonjakan harga instan, karena sebagian besar sudah diperhitungkan pasar. Namun, jika The Fed kembali menurunkan suku bunga pada pertemuan berikutnya, maka likuiditas global akan meningkat dan berpotensi mendorong Bitcoin menembus level resistance baru di kisaran US$120.000 atau sekitar Rp1,98 miliar,” ujar Fyqieh.

Riwayat pergerakan Bitcoin menunjukkan bahwa pemotongan suku bunga tidak selalu berujung pada reli harga. Justru, euforia pasar kerap diikuti aksi jual besar-besaran. Terakhir kali The Fed memangkas suku bunga pada 18 Desember 2024, harga Bitcoin berada di sekitar US$106.000 sebelum merosot 30% dalam beberapa minggu berikutnya. Kini, dengan BTC kembali bertengger di atas US$117.000, para pelaku pasar tetap berhati-hati terhadap potensi terulangnya pola serupa.

Fyqieh menambahkan, tren arus masuk ke ETF Bitcoin spot dapat menjadi faktor penentu pergerakan jangka menengah. “Minat institusi lewat ETF menjadi bukti bahwa Bitcoin semakin dilihat sebagai aset lindung nilai terhadap pelemahan dolar dan inflasi. Selama sentimen makro tetap dovish, ruang kenaikan BTC masih terbuka lebar,” katanya.

The Fed memproyeksikan suku bunga bisa turun ke 3,6% pada akhir 2025, dengan kemungkinan dua kali pemangkasan tambahan dalam beberapa bulan ke depan. Jika proyeksi ini terealisasi, aset berisiko termasuk kripto diperkirakan akan mendapat dorongan positif.

Namun, ketidakpastian geopolitik dan tekanan politik domestik di AS tetap menjadi variabel yang perlu dicermati investor. Dalam kondisi ini, Bitcoin dipandang berperan ganda: sebagai aset spekulatif dengan potensi pertumbuhan, sekaligus sebagai instrumen lindung nilai terhadap risiko makroekonomi.

Artikel ini juga tayang di VRITIMES